Sabtu, 09 November 2013

To The Guy That I Love Hopelessly

Dear you…

I hate the fact that I am trying to reconstruct what I think about you.
I hate the fact that you show your dimple when you smile it makes me lose my balance, and how badly i want to shove a pencil into your dimple, oh well that sounded creepy, wasn't it?
I hate the fact that your green orbs eyes-blink make my hypothalamus order my body to stimulate adrenaline that enables my heart to pump two times faster, resulting my body to wet in this disgusting love sweat.

Why do you have to be so amazing?

Dear you…

Thank you for making me one step closer to be desperately in love with you than i already am.
Thank you for making me imagine how my hand would touch yours when I introduce you who I am.
Thank you for doing absolutely nothing, not even responding to how I feel.
Thank you for being so fantabulously amazing, ah, yes of course, I know that you live in a higher ground. I need to jump in order to grasp your toe.

But please, please, just stand there. So I know where you stand and how high I need to jump.

Dear you…

Can’t you hear it?
Can’t you hear me saying your names in my prayer? That someday you will even notice that we’re in the same world after all. That we breathe the same air.
I don’t have to switch my fin to have pairs of feet by my voice just to be part of your world, do I?
I don’t have to leave one pair of slippers just to make you chase me, do I?
I don’t have to roar in the middle of jungle just to make you realize that I exist, do I?
I don’t have to secretly wish to a magic genie to turn me into princess to outshine your aura, do I?

I never think I love you.
I never know I love you.
My brain, every smallest neuron particle of it, always orders me to find a magic wand to obliviate myself and erase you from my memory. I want to forget you. Indeed.
My rationality has never been this clear. And yet, my heart. My heart can’t just suddenly stop beating for you.
Do you know when your mother beats her heart for yours? That moment you don’t even have a heart. You’re just an embryo formed from a strong sperm injecting an ovum. You barely exist. But your mother’s heart has sustained your life in her womb.
My heart doesn’t sustain your heart. It sustains mine. It has to pump two times faster to make me live.

It hurts to forget you. It hurts to imagine that you don’t exist. Because you do exist, living life that i know i wouldn't fit in.
If I have to forget you, what will I get?
Yes, my heart will pump slower just like any other days before I met you.
Just like those other days filled with boredom and empty ambition.
Just like those old days filled with nothing.

Dear you…

I can no longer live with a slow pumping heart.
You are my pacemaker. You make my heart beats two times faster. You spark excitement to my life. To a certain extent, I feel that what I am having is idiocy. But to think that there might be chances where we meet, look at each other, smile at each other, and hold hands to say “Hi”… It denounces all my rational calculation. Possibility might still exist if I bear this pain.

For now, allow me to think of you.
For now, allow me to visualize how I might randomly meet you in the perfect time and perfect place.
For now, allow me to imagine how I will approach you, and you approach me, look up to me and listen very carefully when I whisper, “Hello, I love you”.

Sincerely,
A Girl Who Hopelessly in Love With You

Sabtu, 02 November 2013

Brain and Heart

Brain: "Heart, i can’t reach you. Tell me your skype, i wanna talk to you".

Heart : "Sorry, i’m busy preparing myself for him. Call me later"

Brain : “It’s about him, i had a bad feeling”

Heart : “Pardon me, feeling? Hey i owned that. Where’s your logic anyway?”

Brain : "I can’t reach you! if you keep not listen to me, i’m gonna dissapear. Let’s talk"

Heart : "I’m BUSY. LEAVE ME ALONE"

—————————————-—————————————-

Heart : "Brain….. i’m not busy right now. This place is still empty. He’s not coming. Are you there?"

Heart in the head : "Yes, i am here" 

Tinggalkan Aku

Sapuan mata terhenti pada garis tertentu.

Memilih pura pura buta supaya lupa, memilih pura pura lupa untuk meringankan luka

Semua masih langkah pura pura. Hanya perkara waktu nanti yang menjadikannya nyata.

Seperti anak kecil yang merengek dan menangis hingga tertidur, ia esok akan lupa meminta boneka atau permen.

Seperti itulah,

Semoga esok aku lupa, pernah meminta kamu

dan aku kembali berjalan bukan dengan langkah pura pura.

Jika engkau biarkan, Tuhan dan alam akan berkonspirasi membuatku lupa.

Itu jika engkau biarkan aku dan berhenti melawan lupa dengan terus mengingatmu

Sekarang setiap mimpi yang terajut,

merupakan rentang selangkah menjauh dan lalu mendekat pada hutan asa baru.

Hingga aku tergiring dan tersesat lagi dalam belukar senyum, yang tumbuh di kepalaku.

Serajut mimpi. Selangkah menjauhi lalu. Sehasta mendekati baru.

Tak cukup kau buru aku lewat kenangan, kau tikam pula aku lewat mimpi.

Maumu apa? hatiku sudah terkoyak, aku tak punya lagi.

Bagaimana menghilangkanmu?

Saraf di kepala bagian mana yang harus kuputus untuk mengenyahkan kamu yang terus menggerogoti.

Seperti rayap

Yang enggan meninggalkan kayu.

Sudah cukup kau jajahi aku seperti itu.

Kamu lari dari hati ke kepala. Mengobrak-abrik lagi apa apa saja yang masih tersisa.

Perjalananmu mengalir bersama darah. Mendesir gelisah ke segala arah.

Sesampainya di kepala kamu bingung. Ada kamu di dalamnya. Bukan satu, tapi seribu, dua ribu, entah kau sendiri tak sanggup menghitungnya.

Di hati kamu hanya satu, di kepala kamu sejuta, menempati luas rasa yang sebesar luar angkasa dikali dua.

Tak peduli, kau ajak semua kamu di kepala memporak porandakan semua. Lalu banjir air meluapi mata. Menggenangi pipi lalu ke hati.

Lalu kamu pergi, namun sedikitmu terus kembali.

Kaulempar sendiri bayanganmu kesini.

Bisa tolong berhenti.

Bisa kah engkau berikan aku waktu.

Bukankah aku sudah mengaku kalah?

Bukankah aku sudah tidak punya apa apa lagi?

Kapan aku bisa membenahi diri?

Tolong, kiranya engkau beri aku kesempatan untuk menjalani hidup yang baru, tanpamu. 

Buku

Ada rentetan huruf yang belum ku-eja. Tersimpan dalam buku. Kutelusuri satu per satu halamannya. Hingga kutemukan namamu.

Buku...

Aku mulai membacanya, aku tahu bab awal, tapi aku tak tahu kapan bab terakhir. Yang kutahu aku harus terus membuka satu per satu. Pada suatu halaman, aku beri pembatas buku berupa pita berwarna merah. Aku terhenti. Aku berhenti. Di situ.

Aku baca paragraf awal. Ah, bahkan membaca paragraf pertama hati ini sudah terasa nyeri. Aku tak yakin sanggup membaca paragraf-paragraf berikutnya.

Enggan membaca lagi. Kutinggalkan di rak buku. Setiap kutengok, yang aku lihat jelas hanya seutas pita merah yang terapit di antar halaman buku.

Terantuk di satu masa, ingin kusobek halaman berpembatas merah itu menjadi bagian-bagian kecil. Kuremas-remas dan kucabik, lalu kubuang saja di tempat sampah. Karena di halaman itu, kata kata yang tertulis terlalu tajam seperti belati. Ceritanya menyakitiku. Huruf-hurufnya menerjang akal sehatku. Setiap paragrafnya melumpuhkanku.

Aku terduduk di lembah bisu. Tak ada yang akan kubaca lagi. Tak ada yang ingin kubaca lagi.

Kemudian angin sepi berhembus. Keheningan merambati kulitku. Aku bergidik. Kusentuh lagi buku itu.

Kupegang pita pembatas berwarna merah di sela halaman yang kubenci. Warna yang cantik, namun tidak secantik kisah yang tertulis di halaman yang mengapit pita itu. Tapi bukankah itu yang menjerujiku. Pita itu selalu menjadi pengingat akan alur yang tak kuingin kubaca, sekalipun pita itu indah bagaikan pelangi senja. Tapi bukankah buku ini belum selesai? Bukankah aku belum tiba pada bagian akhir?

Kutarik dan kuenyahkan pita itu, dengan segenap tenaga kubalik lagi halaman baru. Berhenti terlalu lama membuatku lupa aksara. Kini aku kembali belajar membaca.

…… dan akan ku-eja namamu segera. Di halaman-halaman setelahnya. Akan ku temukan bagian akhir dari Buku kita.

Marah

Semua orang berlomba-lomba untuk berwibawa. Ujung-ujung nya tolol.

Semua orang berlomba-lomba untuk didengar. Ujung-ujung nya semua pura-pura tuli.

Semua orang berlomba lomba menjadi penguasa dan penjilat. Ujung-ujung nya kualat.

Semua orang berlomba-lomba jadi kaya. Ujung-ujung nya gila.

Semua orang berlomba-lomba untuk perduli. Ujung-ujung nya hanya kepo.

Semua orang berlomba-lomba untuk dipuji. Ujung-ujung nya hanya cari popularitas.

Semua orang berlomba-lomba untuk dihormati. Ujung-ujung nya jadi tidak tahu diri.

Semua orang berlomba-lomba jadi cantik. Ujung-ujung nya maksa.

Semua orang berlomba-lomba (terlihat) pintar. Ujung-ujung nya ngotot.

Banyak orang memuja senjata demi kekuasaan.

Banyak orang mati demi baju bagus dan perhiasan.

Banyak orang berani malu demi kepopularitasan.

Hidup bukan hanya sekedar popularitas, harta, jabatan, atau kecantikan.

Hidup itu waktu.

Hidup itu pelajaran.

Hidup itu kesempatan.

Saya marah terhadap diri sendiri, saya marah terhadap orang-orang. Bahwa tanpa kita sadari hidup kita terpaku pada keegoisan.

Saya marah, dunia ini marah, tapi jangan biarkan Tuhan marah.
Karena, apa yang kita miliki saat ini adalah milik-Nya, dan sudah seharusnya kita memusatkan diri pada-Nya, bukan pada hal duniawi.

Minggu, 29 September 2013

The Best Thing That We Have

Call me a fanatic, but i’m crazy about my parents.


Bila ada dua orang yang paling sering membuat kita jengkel karena sering melarang dan ngomel-ngomel, pasti mereka adalah; ayah kita dan mantan pacarnya aka ibu kita.
Terutama dalam masa rebellious kayak kita ini. Yang terlintas dipikiran pasti “nyokap sama bokap tuh sok tahu banget, udah kayak yang paling bener aja.” Well, at least hal itu setidaknya pernah terlintas dipikiran kita. Tapi menurut saya; parents aren’t always right, but when they’re not...at least they know how to get away with it.

Apa yang membedakan kita dengan orang tua kita? Jawabannya; Pengalaman. Kadang kita suka gak sadar bahwa mereka juga pernah muda. Mereka juga suka bohong pada ayahnya kalau mau pergi sama teman-teman. Mereka juga pernah pacaran backstreet karena belum boleh pacaran sama ibunya. Dalam beberapa hal mereka pernah mengalami apa yang kita alami dan memiliki apa yang kita miliki.

Tahu gak sih bahwa waktu kita lahir mereka bukan cuma bahagia, tapi juga kebingungan. Seumur hidupnya mereka sudah melakukan semua, tapi selama itu pula mereka tidak pernah menjadi orangtua. Mereka hanya berpikir “what is this thing? And how do i keep it alive?”. Kemampuan mereka untuk menjadi orangtua yang baik, hanya sebesar kemampuan kita menjadi anak yang baik. Mendekati nihil.

Orangtua saya tidak melalui hidup yang mudah, saya tahu itu. We’re ok now, but we weren’t always ok. Terkadang saya sendiri lupa bahwa hidup butuh perjuangan. Terkadang saya juga lupa kalau hidup saya selama ini diperjuangkan oleh orangtua saya. Mereka menyediakan, mereka melindungi, mereka mendoakan, dan terkadang mereka menertawakan keluguan kita. Tapi saya tahu betul they’re there for us.

Kadang, di tengah kesibukan kita dengan sekolah, hobi, kita suka lupa sama apa yang kita punya dirumah, kita terlalu fokus terhadap masalah kita sendiri. Dont get me wrong, i’m as guilty as you are. Tapi perasaan itu yang membuat saya sadar, bahwa penjahat yang paling keji pun di titik rendahnya akan teringat oleh ibunya. Setiap memikirkan itu saya pun teringat betapa beruntungnya saya hari ini, karena saya masih memiliki mereka yang mau menopang saya.


Untuk anda yang masih memiliki orangtua, baik keduanya atau hanya salah seorang, bersyukurlah karena kita masih memiliki keluarga. Betapa beruntungnya kita untuk sekedar mengetahui bahwa ada yang peduli kepada kita, bagaimanapun keadaan kita.  


A daughter of amazing parents,

Clara.

Kamis, 22 Agustus 2013

To Someone That I Have Been Dreaming Of

They say that perfect men are not real, I assume they’re true. The thing is, I don’t need a perfect man. I simply need you—someone I haven’t even known yet—who’s willing and going to complete my incomplete puzzle, who loves me, passionately, just the way I am, someone who can understand my weirdness. That one particular person whose weirdness is compatible to mine, because I’m that weird.

I don’t know who you are now. Let me guess. You’re probably watching those non-sense movie, or maybe you’re reading a book, in your room while looking at the ceiling, or you probably are gazing on Jakarta’s beautiful sky scrappers. Perhaps, you’re not even in Jakarta. What if you’re actually in a different timezone from me, reading a book you recently just bought from Barnes and Nobles in Central Park, New York City? Or you just got back from wallmart and listen to the same music as me?

I’ve mentioned a lot about someone who reads. It’s probably because I want you to have the same hobby as I do. I want to read a book, with you by my side, let our minds wander in our own readings, experiencing what Mia and Vincent from Pulp Fiction did. When we can just shut our mouths up, and comfortably enjoy the silence.

Dear you,

I don’t know how we will meet and where we will see each other. Oh, probably I’ve already met you before. You’re probably the guy who always goes to the same bookshop as I do, or maybe once you went to the same cafe as I did. Or you’re the guy who went to the same school as me?

My mind is tired of wondering of what kind of person you are. Are you a guy who wears clothes with collars every single day? Are you someone who’s as simple as what you love to wear every single day, a comfy t-shirt and a pair of skinny jeans? Are you a type of person who listens to Jazz music and love to write a piece of music, with soothing melody? I have no idea. And no, don’t worry. Once I already met you, I won’t compare you to my favorite fictional character or my favorite actors ;)

To someone I don’t even know yet, someone who will make reality seem better than what romantic-happy-ending-novel always describes, someone who proves that happy ending isn’t only in the movies, someone who quotes a lot from books and always compares whenever a movie out of the book he reads come out, I love you. And I’ve been waiting for you to come.

With love,
The Girl Who Has Been Expecting to Meet You Soon


Jumat, 09 Agustus 2013

To The Guy on My Twitter Timeline

 Hello!

Or should I say aloha, holla, or something in another language? Since you like to travel around the world. It’s kinda fun to see how often you post the pictures of some places you’ve stepped on, or funny pics of you, you literally post everything on twitter. I remembered when you posted a picture of you where you put a big cheese on your head or when you posted a picture when you got tied up or when you posted a picture of you in paris, or when you posted a picture when you lost scrable with your mom. I do know too that you like to use the word ‘pal’ to call your friends and it’s good because the word ‘pal’ sounds like you try to get closer with everyone and you want everyone to feel that way too. I see how much you love your family and your literally 4 amazing brothers and your job through your tweets. And how much you love your boots, I saw your tweets about your boots that made a couple of holes due the fact that you wear it every time.  Or how much you like to wear bennie or hat and I found it cool, it fits you and your curly hair perfectly.

You may be wondering why I  notice that kind of things but well who didn’t know that? Moreover you must not know me since we haven’t met. Well basically I’m one of your followers on twitter. I heard you and your band-mates was formed as a band at the talent show and I heard you guys sang and I loved it, so I found your  (and band mates) twitter and I followed you (and your band mates) I like hearing to all of you and your band-mates songs and your raspy voice oh how i want so badly to hear the voice of yours like directly. I bet the girls that had been together with you were lucky. You’re tender, you’re such a gentleman, you’re kind, and you don’t badmouth people. I remembered that time when you dated a girl it didn’t last long though and I was glad for that (sorry). Because the day that the pictures of you and her spread up very fast like the wind I felt a pang in my heart which was not healthy because you don’t even know that I’m exist, we haven’t met.

I basically in love on how you tweet with such positive energy by always adding ‘x’ at the end of your tweet. I surprisingly in love on how you brilliantly respond to everyone’s tweet. I unintentionally in love on how you always tweet passionately about things that make you feel alive, about meeting new people, foods, concerts, places. Most of all, I deeply in love on how that gorgeous and heartwarming smile of yours never vanish from your peaceful face. And the dimple, it makes you even cuter. I genuinely think I love you at the first sight. But scratch that. How can I be in love with you at the first sight when we haven’t even shared any sight at all?

This letter may sound creepy, though you might not going to see this. The fact that we have no family relation whatsoever yet I know things about you make me sound like an obsessive stalker. Trust me I’m not. Let just say I am your virtual secret admirer. Above of all, a dosage of blissfulness in your tweet brings happiness in me too. Believe me, it’s contagious. If there’s a lesson that you indirectly teach me is that we are actually luckier and could be happier than we think we are. We just sometimes choose not to. We should just living life to the fullest.

I hope this is not inappropriate. I sometimes wonder will you notice me, will you at least follow me on twitter so you know that there’s a girl who dying to be seen by you. But, thank you. Thank you for being you.

I guess that is all.

Sincerely,
The girl who followed you on twitter


Selasa, 06 Agustus 2013

Rangkaian Tentang Kau


Kau, benang hidupku, kita sulam waktu bersama untuk jutaan windu

Kau, museum masa depan, ku tabung senyummu mulai dari sekarang

Kau, bilangan sempurna, akan ku hitung hingga ajal menjelma di hadapan kita

Kau, adalah tuturan doa, yang akan selalu kuaminkan

Kau, bagaikan rumah, tempat dimana aku menetap

Kau, gaungan suara, yang hanya terdengar dikepalaku

Kau, kertas putih kosong, akan ku tulis jutaan kisah kita diatasnya

Kau, tanah tempat berpijak, menopang tegapku memetik langit

Kau, sepasang sayap, membawa ku terbang menuju tak terbatas

Kau, api yang menghangatkan, mendekapku erat dalam dingin malam

Kau, adalah gravitasi, biar ragaku jatuh atas dirimu

Kau, rangkain bunga mawar, harummu semerbakkan hariku

Kau, adalah piano, yang memainkan lagu-lagu cinta

Kau, pelukis handal, sapukan warna merah jambu pada pipiku

Kau, hembusan angin, menyapu air mata yang turun

Kau, kumpulan rindu, rentang panjang yang tak ingin ku ukur

Kau, lentera cahaya, terangkan makna bahwa cinta sejati ada

Kau, jantung hatiku, denyut dan degupnya selalu terdengar saat bersamamu

Kau, seperti harmoni, music mengalun indah disetiap kecapmu

Kau, kumpulan album foto, yang menyimpan kenangan dalam gambar

Kau, adalah jawaban, yang akan kupilih sampai mati

Kau, kumpulan sajak, uraian kata yang tersimpan dalam ruang hati

Kau, sosok paling rasional, yang membuatku berpikir irasional


Tertanda,

Clara Eclesia Fides.

Sabtu, 06 Juli 2013

Tentang Cinta



Aku menyimpan hatiku sebelum menemuimu. Agar ketika melihatmu lagi, aku tidak mengingat masa lalu.

Aku mempersiapkan diriku sebelum menemuimu. Agar ketika melihatmu lagi, aku tidak terjatuh di ruang lalu.

Aku membenahi hatiku sebelum menemuimu. Agar ketika melihatmu lagi, aku tidak akan meragu.

Aku berkaca diri sebelum menemuimu. Agar ketika melihatmu lagi, aku tidak menangisi hari-hari dulu.

Mungkin suatu hari kalau kita bertemu lagi, kita akan saling bercerita betapa bahagianya kita dulu, dimana kamu selalu menjadi tujuan favorit bagi ingatanku. Dimana kamu menjadi tempatku menitipkan hati. Bagaimana kita menikmati perbincangan yang tak berujung dan tertawa lepas tanpa khawatir tentang perpisahan. Tapi sebuah cerita selalu punya akhir, bukan?

Aku tahu, kadang-kadang hidup itu tidak adil, menurut kita. Tapi Tuhan selalu punya rencana-Nya sendiri dan betapa Tuhan selalu bersikap adil kepada manusia.

Seharusnya, aku bisa menemanimu sekarang, menjaga bahagimu dan bahagiaku. Menerima bagian kesedihanmu untuk ku daur ulang menjadi hati yang baru.

Seharusnya kita bahagia, atau bisa dibilang, aku yang akan menjadi yang paling bahagia diantara kita berdua.

Tapi aku sudah menyiapkan hatiku untuk tidak lagi terjebak di relung waktu.

Aku pernah berencana mencintaimu dan menjaga bahagiamu. Tapi, menurut Tuhan aku lebih baik mencari jalan yang berbeda. Karena itulah Tuhan memutuskan untuk membagi kebahagiaan kita kepada orang lain secara adil dengan cara tidak menjadikan kita bersama.

Untuk saat ini mari hanya bertatap muka dan mengingat saja.  Kamu tidak perlu tahu kalau aku tetap berdoa untukmu, bukan?

Mungkin, hati kita diselimuti rindu tetapi kita tidak dapat melakukan apa-apa. Kita akan hanya saling memangdang dan berpelukan melalui tatapan. Merasakan perihnya pertanyaan yang seketika hadir, “kenapa kita tidak bersama?” 

Selasa, 07 Mei 2013

Peta


"Kalau aku tersesat, biarkan saja. Asal kau berjanji menjadi peta bagi ku." 

Begitu aku bilang padanya, dulu. Waktu itu dia tersenyum. 
Aku pernah berlari dan terjatuh. Hatiku pernah jatuh dan pecah, pernah jatuh dan tetap utuh. 
Jiwaku pernah terbang dan melayang, pernah mengawang dan terombang-ambing kedamaian. 
Degupku sering mendengar detakmu. Mereka berbicara dengan bahasa yang tak dipahami kepalaku. 
Rinduku pernah mengusap air matamu, memeluk kosong yang bertengger di detikmu. Hingga gema perpisahan meledak di telingaku. 
Dan ketidak kuasaan menyelimut kaki dan tanganku. "Kalau kamu tersesat, karena peta-mu hilang bagaimana?" Begitu tanyamu padaku hari itu. 
Ada janji yang teringkar, ada rasa yang terabai, ada air mata yg tertahan. 
Aku menatap langit. Mengawang, memikirkan pertanyaanmu. Lalu, ku jawab "Tuhan punya caranya sendiri. Kalau petanya hilang, biar saja entah bagaimana caranya Tuhan menunjukkan jalanku untuk pulang." Kamu diam, tidak membalas. 
Aku tersesat, karena petaku hilang. Tapi aku kembali pulang karena aku menemukan peta yang lain.
 Dia. Iya, dia petaku yang membawaku pulang. 
Terkadang kita harus sakit hati dulu baru memilih untuk move on. 
Ini bukan lagi tentang aku yang tersesat dan kamu sebagai petanya. 
Tapi ini tentang aku yang kembali pulang karena dia adalah petanya. Dia petaku.

Sabtu, 23 Maret 2013

Tenggelam

Aku suram.

Cermin mataku buram.

Bibir jiwaku bungkam.

Dalam diam, aku bergumam.

Ku titipkan pada angin sebuah salam.

"Tolong, kumpulkan ribuan malam. Hingga menjadi gelap yang terkelam."

Sepercik bayang senyumnya masih membuatku jatuh dalam jurang tercuram. Kenangan tentangnya masih memukul hatiku hingga biru lebam.

Wajahnya muram, raut halus menyelimuti malam, seakan ada rasa yang terpendam.

Jutaan cahaya berpualam.

Tak jua mengangkatku dari palung hatinya yang terdalam. Di dekatnya kurasa tentram.

Cinta itu kejam. Menatap dengan mata tajam. Menombak ke relung hati yang terpejam.

Duniaku kelam, mencari jawaban yang tertanam. Risau dalam diam, dan rindu bagaikan pisau yang menikam.

Karena cintaku

Tenggelam

Karam.

Kamis, 07 Maret 2013

Terima Kasih.





 
TERIMA KASIH :)

Pertama-tama saya ingin berterima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus karena telah memberiken talenta, memberikan ide kepada saya untuk berkarya.
Saya membuat postingan ini untuk berterima kasih juga kepada semua orang, kepada para pembaca blog saya ini.
Tulisan-tulisan saya disini mungkin masih banyak kekurangan, dan mohon di maklumi.
Alangkah tidak tahu diri saya bila tidak berterima kasih kepada Laptop kesayangan saya beserta modemnya. Karena sejujurnya tanpa mereka saya tidak bisa memuat tulisan saya di blog.

Saya berterima kasih kepada majalah Onyit Kawanku. Karena kalian 3 tulisan fiksi saya dimuat di majalah se-keren Kawanku.
Terima kasih banyak sekali lagi untuk kalian semua yang menjadi pembaca setia blog saya, termasuk para silent reader. Feedback dari kalian sangat membangun saya.

Terima kasih juga kepada kamu yang selalu menjadi inspirasi bagi tulisan saya.
Saya mungkin bungkam seribu bahasa saat bertemu kamu, tapi entah kamu tahu atau tidak saya menuangkan segala yang ingin saya sampaikan lewat tulisan saya di blog. Untuk kamu disana, saya akan menulis cerita tentang kita hingga saatnya cerita kita berakhir. Untuk kamu disana, terima kasih untuk segalanya. Untuk kamu disana, blog ini tentang kamu, Galaksi.

Loads of Love,
Clara Eclesia Fides.