Jumat, 09 November 2012

Unspoken Feelings.

Tol Cipularang, 24 September 2012

“Lo yakin mau ngelakuin ini, la?”
 “i am positive.”
Ila kembali terdiam, terpaku terhadap jalan. Dia masih berpikir keras akan apa yang dilakukannya, nanti sesampainya di Bandung. Claudia sahabatnya sedari tadi hanya memandang keluar jendela tanpa memulai obrolan, hujan rintik-rintik ditambah lagu-lagu galau yang diputar di radio menambah nuansa biru.
“Clau, menurut lo gue gila?” tiba-tiba Claudia memalingkan wajah kehadapan Ila yang membuka pembicaraan.
 “enggak kok la, itu normal kok. Apa salahnya buat jujur sama perasaan sendiri? There’s nothing wrong with that.” Claudia tersenyum.
 “Gue takut clau” Ila berkata sambil menyetir mobilnya.
 “takut apa sih la?”
“gue takut ini semua bakal sia-sia. Gue takut kedatangan gue buat ‘dia’ bukan hal yang baik.” Mata Ila masih tetap menatap lurus kedepan, ada kesedihan yang tak terbaca disana.

Jakarta, 24 Juli 2012

 Senja mulai memunculkan buratan oranyenya, hari itu senja seperti menjadi saksi bisu diantara mereka yang sama-sama menahan perasaan.
“Jadi, kapan lo balik ke Bandung, Dit?”
“seminggu lagi la, kenapa? Takut kangen ya? Hahaha” canda Adit pada Fadhilah Aini yang disambut dengan rona merah dipipi si gadis.
“Nanti kalo gue udah balik ke Bandung lo tetep kayak gini ya sampe nantinya gue ke Jakarta lagi.” Ucap Adit sambil tersenyum.
“Maksudnya?” jawab Ila, polos.
“iya Adit mau Ila tetep jadi cewek nyebelin yang ngangenin, hehe. Tunggu Adit pulang ya la.”
“loh kok Adit ngomong gitu sih?” ucap Ila bingung.
“Enggak kok la, pokoknya selama Adit kuliah di Bandung lo harus mandiri, dan sekolah yang bener biar nanti dapet perguruan tinggi yang bagus.”
Indah. Terlalu indah untuk diakhiri sebuah perbincangan itu. Yang mereka tahu mereka jatuh cinta.

Tol Cipularang, 24 September 2012

“La, masih lama ya nyampe Bandungnya?” Claudia bertanya, tapi tak ada jawaban.
 “Gue kebelet pipis La, nanti berenti di rest area ya La, sekalian gue mau ngopi dulu lo juga pasti ngantuk kan.”
 “ck, iya” ucap Ila.
Ila membelokan mobilnya ke rest area, diluar masih hujan, Claudia yang sudah keluar mobil langsung berlari kecil menuju toilet. Kemudian Ila keluar membawa tas kecilnya dan berlari kedalam sebuah kedai kopi. Ila menatap sekitar ruangan, tidak ada tempat kosong kecuali tempat dipojok dekat jendela “ck, kenapa harus disana”  ucap ila dalam hati.
Ila duduk dipojok kedai, lalu memesan kopinya “Vanilla latte satu ya”. Setelah mendapatkan kopinya Ila kembali berkutat dengan pikirannya tanpa ia sadar bahwa Claudia sudah ada di depannya. Claudia tidak bicara, melihat Ila duduk menatap keluar jendela membuat Claudia tahu, flashback yang sedang diputar dikepala Fadhilah Aini.

Jakarta, 28 Juli 2012

Hari itu tepat 4 hari setelah pertemuan mereka. Dan mereka memutuskan untuk bertemu kembali. Ila dan Adit membuat janji untuk menghabiskan waktu bersama dengan Claudia dan juga Bagas. Karena hari itu hari terkahir Adit yang  lusanya akan bertolak ke Bandung.
“Yaaahhh, lo gak asik banget sih Clau”
 “iya la, duh sorry banget ya. Adik gue sakit, bokap nyokap lagi gak dirumah, lo gapapa kan jalan bertiga doang?”
 “ya...ya gapapa sih tapi ini hari terakhir Adit jalan bareng kita sebelum dia balik ke Bandung”
“duh gue jadi gaenak nih. Salam aja ya buat Adit sama Bagas.”
“yaudah deh, bye Clau”. Ila menutup teleponnya dan menghela napas berat saat tau bahwa Claudia tidak bisa ikut.
Ila langsung bergegas menuju tempat janjiannya dengan Adit dan Bagas.

Hujan turun. Ila yang duduk dipojok kafe takut kalau dua lelaki itu tidak datang, lantaran Bagas adalah pengendara motor sejati begitupun Adit
“Lama nunggu ya?”
“eh, enggak kok. Kirain lo gak dateng, Bagas mana?” tanya Ila.
“Biasa He loves his motorcycle too much, haha. Jadi berdua doang gapapa kan?”
“gapapa kok”. Adit mengembangkan senyumnya
“jadi nona cantik mau kemana?”
 “kemana aja deh dit, suka-suka Adit aja” ujar si gadis sambil tersenyum.

Tol Cipularang, 24 September 2012

“Yuk La jalan lagi, apa mau gantian aja nyetirnya?” “enggak usah Clau”
Ila kembali menyetir mobilnya, Dalam waktu kurang dari satu setengah jam ia akan tiba disana, ditempat si pria.
“Nanti pas gue ngomong ke dia, lo tetep disamping gue ya Clau” ucap Ila khawatir. “do not worry sayang, gue bakal ada buat lo”. Claudia tersenyum.

Bandung, 25 September 2012 

“Jadi?” “Huft, everything’s gonna be alright kan Clau?” “Apapun resikonya, semuanya pasti baik-baik aja La”. Ila dan Claudia berjalan menyusuri koridor kampus. Mereka mencari si pria pemeran utama. Si pria yang pergi selama 2 bulan, si pria yang ditunggu sang gadis. Dan orang itu ada dihadapan Ila, sekarang.
Claudia membiarkan Ila menghampiri ‘dia’. Adit. Sendirian.
“Dit”
“Loh Ila? Kok bisa disini? Kenapa gak ngasih tau?”
“hehe sorry Dit.
Seketika sebuah flashback kembali berputar................

Jakarta, 28 Juli 2012 

Hari mulai sore. Ila yang berada didalam mobil berdua dengan Adit ditemani radio yang menyala hanya terdiam, sampai akhirnya Adit membuka pembicaraan.
“lo boleh pulang malem?”
“Gatau, gue belum izin sih, kenapa emang Dit?”
“Gue mau liat kembang api di Ancol, tapi takut nanti lo pulang kemaleman jadi gausah aja deh ya La”
“Kok gitu?”
“Gapapa, lain waktu bisa kan, hehe”

Ila termenung, malam itu akan jadi malam terakhir Ila bersama Adit sebelum Adit bertolak ke Bandung. Ila berpikir bahwa mungkin tak ada salahnya jika ia pergi sebentar dengan Adit untuk melihat kembang api. Lagipula Ila sudah menjadi anak baik selama ini nggak ada salahnya kan melanggar ‘sedikit’.
“kita liat kembang api ya”
“hah? Serius La?”
“iya, kayaknya seru kan.” Ucap ila meyakinkan Adit.
“hahaha siap nona cantik.” Jawab Adit sambil mengacak rambut gadis disampingnya

Ancol.

Sepanjang jalan Adit menggandeng erat tangan Ila. Ila yang sadar akan itu hanya bisa tertawa dalam hati. Lucu, Aditya Mahendra yang ia kenal 4 bulan yang lalu bisa membuatnya jadi sering tertawa sendiri. Tiap hal-hal kecil yang Adit lakukan selalu bisa membuat Ila tersenyum, tapi yang Ila tahu ia sudah jatuh sangat dalam pada si pria.

DUARRRR.....
DUARRRR.....
DUARRRR.....
Kembang api memunculkan cahaya apinya, mengiringi dua insan yang sedari tadi diam tanpa kata, hanya bergandengan tangan tanpa saling mengungkapkan perasaan.
CUP.
Adit mencium pipi Ila, lalu memeluknya erat seakan tak ingin meninggalkannya.
Malam itu, mereka tahu perasaan mereka tanpa perlu berucap kata.
Malam itu punya mereka.

Bandung, 25 September 2012 

“Apa kabar kamu La?” Adit membuka obrolan.
“Baik dit, lo?”
“Capek.”
“Kenapa?” tanya Ila penasaran
“Biasa, urusan kampus.”
“oh” jawab Ila singkat
“Jadi apa yang mau diomongin La?” Adit bertanya
Sedetik
Dua detik
Tiga detik
Ila masih diam
“emmm, jadi.... oke denger baik-baik ya Dit.” Ujar Ila diiringi anggukan dari Adit.
“selama 6 bulan kenal Adit sampe hari ini, Ila seneng banget. Makasih untuk pernah ada buat Ila. Tapi 2 bulan terakhir ini beda dit. Things getting complicated nowadays. Kita berdua sama-sama tumbuh.” Ila terdiam sebentar lalu melanjutkan penjelasannya.
“Ila.... Ila sayang sama Adit. Bukan, bukan sayang sebagai sahabat ke Adit tapi. Ila Cinta Adit.”
“Makasih ya La, Adit ngerasa beruntung banget bisa dapet rasa sayang dari kamu.” Adit menjawab lalu tersenyum, senyuman khasnya yang selalu Ila sukai.
“selama 2 bulan terakhir Ila juga masih tunggu Adit, tapi perasaan gabisa dipaksa kan? Hehe. Tapi sekarang Ila lega karena akhirnya Ila bisa bilang apa yang udah Ila pendam selama ini. Tapi jangan sampe pengakuan Ila ini bikin Adit jauhin Ila ya.....” Ila berkata menunduk.
“No, i won’t ever do that kok La. Adit juga sayang Ila, tapi untuk sekarang Adit punya orang lain.” Ujar Adit nadanya terdengar kecewa dan perihatin. Ila semakin menunduk, ia merasa ingin segera pergi dari situ.
“Tapi gausah takut. Kamu, Fadhilah Aini selalu punya sebuah tempat tersendiri dihati Aku, Aditya Mahendra.” Adit tersenyum, detik berikutnya ia mendekap Ila erat, sebelum ia melepaskan dia untuk kedua kalinya.
Saat itu yang mereka tahu bahwa akhirnya perasaan itu terucap. Walau perasaan itu tidak bisa menjadi ‘lebih’.

Tol Cipularang, Bandung 25 September 2012

Ila menatap lurus jalanan sambil mengendarai mobilnya, masih dengan sunggingan senyum dibibirnya.
“Gue gapernah tahu bahwa dengan mengungkapkannya bikin gue lega.”
“I told you, everything’s gonna be alright kan La.”  Ucap Claudia tersenyum.
“mungkin Adit bukan orangnya, tapi gue yakin diluar sana gue bisa temuin ‘dia’.”
“itu baru Ila.” Kedua sahabat itu tertawa dalam mobil. Perjalanan pulang mereka terlihat jauh lebih menyenangkan.
“So, are you ready to move on Fadhilah Aini?”
“Never been this ready! Hahahahaha” ujar Ila penuh semangat.
Ia tahu, segalanya akan berubah. Berubah menjadi lebih baik. Awan hitam yang dulu menggupal perlahan luntur dan matahari siap untuk menunjukkan cahayanya.


“Maybe, he’s not the right one. Maybe he’s out of my reach. I actually don’t know what’s the point of waiting for him, of holding on. All i know is, i loved him once. Well he might owned that little space in my heart, he surely the best thing that  happened on me.”

People might say love is blind. But how could people say love is blind, when love is the thing that makes you see someone like no one else does?

THE END.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar