Kamis, 09 Agustus 2012

Aku dan Dia


Aku ingat saat itu... Senyumnya, tawa lepasnya, kerutan dahinya, semua tentangnya. Aku ingat dia, seperti tiap moment dengan dia membekas dalam otak dan hatiku. Setiap detik dan hal yang dihabiskan dengan dia terasa berarti.


Bukan, dia bukan pacarku. Dia berarti bagiku namun takdir belum membiarkan kita bersatu. Aneh memang ketika engkau tahu semua tentang dia namun kalian tidak bisa bersama. Terkadang aku berfikir untuk apa dua orang saling bertemu namun pada akhirnya mereka tidak bisa bersama?


Bahagia, sakit hati. Tawa dan tangisan semuanya sudah ku rasakan. Dia pergi lalu datang kembali. Dia menyakiti lalu memperbaiki. Tapi aku tak perduli yang aku tahu ‘Aku Sayang Dia’.


Aku ingat saat pertama kami bertemu, suatu kebetulan yang tak pernah ku ketahui akan begitu membekas dan berarti. Dia berkulit putih dan tinggi. Awalnya hanya sebuah perkenalan singkat, lalu kami berkirim pesan dan kami menjadi cukup ‘dekat’. 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan berlalu tiba-tiba perasaan itu muncul. Perasaan yang tak pernah ku harapkan tapi ketika perasaan itu datang aku tak bisa menghindari.


Lucu ketika mengingat semuanya terjadi secara tidak sengaja. Sesuatu yang awalnya biasa menjadi begitu berarti. Seketika aku menyadari bahwa ‘Aku Jatuh Cinta’.

Dia baik, dia care dan dia mengerti. 4 bulan, 5 bulan, 6 bulan aku menyadari bahwa aku benar-benar menyayanginya. Namun segala sesuatu tentu berubah bukan? ‘People change, feelings change. Somtimes when people grow, they grow apart’


He turns my world upside down.


Kamu tahu rasanya ketika seseorang yang sangat berarti tiba-tiba pergi dari hidupmu? Iya, kecewa, sedih.


Kamu tahu ketika orang itu pergi dan kita berusaha melupakannya namun seketika dia hadir lagi? Iya, sulit.


Dia selalu begitu, detik ini dia datang, detik berikutnya ia pergi. Tapi aku tidak perduli. aku masih disini, menunggunya. Terkadang ada kata lelah yang terlintas dalam pikiranku namun rasa sayang dalam hatiku jauh lebih besar untuknya.


7 bulan, 8 bulan, 9 bulan, 10 bulan. Dia benar-benar pergi. Dia mendapatkan seseorang, namun orang itu bukanlah aku. Sedih? Sudah pasti. Namun rasa sayangku masih lebih kuat untuknya, terlalu naif memang. Tapi aku merasa dia yang terbaik untukku, dia akan kembali padaku, mungkin tidak saat ini tapi dia pasti kembali padaku.


Suggesti-suggesti seperti itu yg selalu aku terapkan, namun kenyataan seperti memusuhiku. Memang benar terkadang apa yang kita harapkan tidak sesuai dengan kenyataan.


11 bulan, 12 bulan. Aku sampai pada titik lelah. Mengetahui kenyataan bahwa ia takkan kembali. Aku terlalu bodoh karena tidak bisa melihat kebahagiaan dalam sisi yang lain. Karena selama ini yang aku tahu, kebahagiaan itu adalah dia.


Kamu tahu menunggu itu melelahkan. Dan aku sadar sudah saatnya melepaskan. Terkadang Tuhan membanting kita jauh untuk menyadarkan kita bahwa apa yang kita pertahankan selama ini salah. Dan aku tau menunggunya selama ini salah. Aku sayang dia, tapi bagaimana dengannya? Apa dia rasakan hal yang sama? Seketika aku sadar bahwa titik puncak tertinggi cinta itu ketika merelakan kepergiannya.


Dia mungkin yang terbaik bagiku, tapi mungkin aku bukan yg terbaik baginya. Sehingga takdir tidak membiarkan kita bersatu. Aku tidak menyesali semua penantianku untuknya, He was the best thing that never happened on me. Jadi terkadang bukan orang yg kita sebut ‘dia’ yang sering kali menyakiti tetapi justru perasaan kita dan diri kita sendiri yang menyakiti.

                                                                                                                                                                     

1 komentar :

  1. Kak tulisannya bagus, :) aku sering baca tulisan kakak, rencananya pengen ngarang lagu terinsiprasi dari tulisan kakak ini. Boleh kak? :)

    BalasHapus