Sabtu, 15 Desember 2012

Nyanyian Rindu



Sang fajar bertekuk lutut dihadapan rembulan. Seperti mengalah pada sang rembulan. Dan jikalau malam tiba bintang pun menemani sang rembulan.

Andai saja aku seperti mereka, selalu menemani untuk menjaga sunyinya malam. Bersatu namun tak saling mengganggu. Namun sudahlah, itu cuma khayalku. Menikmati indahnya malam hanya angin yang berhembus dan sebuah buku yang selalu menemaniku. Itu pun sudah cukup menghapus ‘sebagian’ akan gundahku.

Sesaat jika aku merindukan seseorang aku suka menuangkan isi hatiku pada secarik kertas. Dan disana menarilah sebuah pena untuk mengukir namanya. Lalu aku pun menitipkan surat itu pada angin malam yang berhembus untuk disampaikan kepada Tuhan agar dapat dikabulkan permintaanku, dan agar rinduku sampai kepada seseorang diluar sana.

Ini rinduku...

Yang ku tulis adalah tentang dirimu. Tentang rinduku yang tak mau surut yang harus segera ku hentikan karena aku takut tenggelam, bahkan jauh lebih dalam. Merindumu diam-diam membuatku tak karuan, ingin mengataknnya padamu tapi hatiku berkata jangan, takut jika terlalu merindu hati ini jadi lebam.

Mungkin rindu harus segera memberi tahu hatiku agar berhenti menunggumu. Lama dalam ketidakpastian hanya akan membuat hatiku lelah lebih dari sebelumnya. Lelah itu pasti, tapi akankah lebih baik bila menghentikannya lebih awal. Kita tak saling melihat tapi setidaknya jarak hatiku dengan hatimu dekat.

Ini rinduku...

Semua rindu ini aku biarkan meluap, dan perlahan akan memudar dengan sendirinya. Aku menulis tentangmu hingga tertidur lelap dan lupa. Namun sebelum rindu ini pergi aku ingin angin malam untuk menyampaikan rindu ini padamu seperti biasa. Rinduku ini yang terakhir kuharap kau mengerti. Dan aku berterima kasih atas segala rindu diatas angin malam juga rembulan.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar