Setiap tempat yang kita pijak menjadi istana.
Kamu, pangeran waktu dan detik bersamamu adalah
singgasanaku.
Kamu, ruang pelangi yang kuwarnai dalam setiap
hembusan.
Kamu, puisi abadi yang kutemukan dalam setiap
kedipan.
Biar kamu mengalir, dan biar aku menjadi hilir.
Dulu, ku kira begitu.
Hingga aku tersadar bahwa aku terlalu sering
bergelut untuk menciptakan bahagiaku sendiri. Seakan lupa bahagia itu
sesungguhnya ada ketika kita membaginya atau melepaskannya untuk menemui
kebahagiaan yang lain.
Kamu tahu apa yang paling mahal di dunia ini? Detik
yang baru saja berlalu, karena kita tidak akan bisa membeli itu lagi.
Ada saat dimana kita tidak perlu menoleh ke
belakang. Jangan melihat lagi segala sesuatu yang sudah kita tinggalkan. Aku
percaya, itu akan meringankan langkah, untuk menjemput sesuatu yang baru.
Sesuatu yang pada akhirnya membuat kita bersyukur karena menjemputnya dengan
tangan yang sengaja dikosongkan.
Aku selalu berusaha untuk menghargai tiap detik yang
pernah ku lewati bersamamu. Sesekali aku rindu tapi aku hanya ingin menemukan
kebahagiaan yang lain. Aku melepaskan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih
baik.
Sungguh itu tidak semudah bernafas. Aku berdiam
terlalu lama untuk menahan diri tidak menoleh ke belakang. Saat aku berhenti,
waktu tak ikut menemani, waktu tetap berjalan. Hidup itu pilihan. Pilihanku
adalah; tertinggal jauh di masa lalu atau ku kejar waktu dengan harapan.
Kuputuskan untuk mengejar waktu, semoga tak
tersandung lagi oleh segala tentangmu.
Semoga saja aku tidak berjalan mundur.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar