Tol
Cipularang, 24 September 2012
“Lo yakin
mau ngelakuin ini, la?”
“i am positive.”
Ila kembali
terdiam, terpaku terhadap jalan. Dia masih berpikir keras akan apa yang
dilakukannya, nanti sesampainya di Bandung. Claudia sahabatnya sedari tadi
hanya memandang keluar jendela tanpa memulai obrolan, hujan rintik-rintik
ditambah lagu-lagu galau yang diputar
di radio menambah nuansa biru.
“Clau,
menurut lo gue gila?” tiba-tiba Claudia memalingkan wajah kehadapan Ila yang
membuka pembicaraan.
“enggak kok la, itu normal kok. Apa salahnya
buat jujur sama perasaan sendiri? There’s nothing wrong with that.” Claudia
tersenyum.
“Gue takut clau” Ila berkata sambil menyetir
mobilnya.
“takut apa sih la?”
“gue takut
ini semua bakal sia-sia. Gue takut kedatangan gue buat ‘dia’ bukan hal yang
baik.” Mata Ila masih tetap menatap lurus kedepan, ada kesedihan yang tak
terbaca disana.
Jakarta, 24
Juli 2012
Senja mulai memunculkan buratan oranyenya,
hari itu senja seperti menjadi saksi bisu diantara mereka yang sama-sama
menahan perasaan.
“Jadi, kapan
lo balik ke Bandung, Dit?”
“seminggu
lagi la, kenapa? Takut kangen ya? Hahaha” canda Adit pada Fadhilah Aini yang
disambut dengan rona merah dipipi si gadis.
“Nanti kalo
gue udah balik ke Bandung lo tetep kayak gini ya sampe nantinya gue ke Jakarta
lagi.” Ucap Adit sambil tersenyum.
“Maksudnya?”
jawab Ila, polos.
“iya Adit
mau Ila tetep jadi cewek nyebelin yang ngangenin, hehe. Tunggu Adit pulang ya
la.”
“loh kok
Adit ngomong gitu sih?” ucap Ila bingung.
“Enggak kok
la, pokoknya selama Adit kuliah di Bandung lo harus mandiri, dan sekolah yang
bener biar nanti dapet perguruan tinggi yang bagus.”
Indah.
Terlalu indah untuk diakhiri sebuah perbincangan itu. Yang mereka tahu mereka
jatuh cinta.
Tol
Cipularang, 24 September 2012
“La, masih
lama ya nyampe Bandungnya?” Claudia bertanya, tapi tak ada jawaban.
“Gue kebelet pipis La, nanti berenti di rest
area ya La, sekalian gue mau ngopi dulu lo juga pasti ngantuk kan.”
“ck, iya” ucap Ila.
Ila
membelokan mobilnya ke rest area, diluar masih hujan, Claudia yang sudah keluar
mobil langsung berlari kecil menuju toilet. Kemudian Ila keluar membawa tas
kecilnya dan berlari kedalam sebuah kedai kopi. Ila menatap sekitar ruangan,
tidak ada tempat kosong kecuali tempat dipojok dekat jendela “ck, kenapa harus disana” ucap ila dalam hati.
Ila duduk
dipojok kedai, lalu memesan kopinya “Vanilla latte satu ya”. Setelah
mendapatkan kopinya Ila kembali berkutat dengan pikirannya tanpa ia sadar bahwa
Claudia sudah ada di depannya. Claudia tidak bicara, melihat Ila duduk menatap
keluar jendela membuat Claudia tahu, flashback yang sedang diputar dikepala
Fadhilah Aini.
Jakarta, 28
Juli 2012
Hari itu
tepat 4 hari setelah pertemuan mereka. Dan mereka memutuskan untuk bertemu
kembali. Ila dan Adit membuat janji untuk menghabiskan waktu bersama dengan
Claudia dan juga Bagas. Karena hari itu hari terkahir Adit yang lusanya akan bertolak ke Bandung.
“Yaaahhh, lo
gak asik banget sih Clau”
“iya la, duh sorry banget ya. Adik gue sakit,
bokap nyokap lagi gak dirumah, lo gapapa kan jalan bertiga doang?”
“ya...ya gapapa sih tapi ini hari terakhir
Adit jalan bareng kita sebelum dia balik ke Bandung”
“duh gue
jadi gaenak nih. Salam aja ya buat Adit sama Bagas.”
“yaudah deh,
bye Clau”. Ila menutup teleponnya dan menghela napas berat saat tau bahwa
Claudia tidak bisa ikut.
Ila langsung
bergegas menuju tempat janjiannya dengan Adit dan Bagas.
Hujan turun.
Ila yang duduk dipojok kafe takut kalau dua lelaki itu tidak datang, lantaran
Bagas adalah pengendara motor sejati begitupun Adit
“Lama nunggu
ya?”
“eh, enggak
kok. Kirain lo gak dateng, Bagas mana?” tanya Ila.
“Biasa He
loves his motorcycle too much, haha. Jadi berdua doang gapapa kan?”
“gapapa kok”.
Adit mengembangkan senyumnya
“jadi nona
cantik mau kemana?”
“kemana aja deh dit, suka-suka Adit aja” ujar
si gadis sambil tersenyum.
Tol
Cipularang, 24 September 2012
“Yuk La
jalan lagi, apa mau gantian aja nyetirnya?” “enggak usah Clau”
Ila kembali
menyetir mobilnya, Dalam waktu kurang dari satu setengah jam ia akan tiba
disana, ditempat si pria.
“Nanti pas
gue ngomong ke dia, lo tetep disamping gue ya Clau” ucap Ila khawatir. “do not
worry sayang, gue bakal ada buat lo”. Claudia tersenyum.
Bandung, 25
September 2012
“Jadi?”
“Huft, everything’s gonna be alright kan Clau?” “Apapun resikonya, semuanya
pasti baik-baik aja La”. Ila dan Claudia berjalan menyusuri koridor kampus.
Mereka mencari si pria pemeran utama. Si pria yang pergi selama 2 bulan, si
pria yang ditunggu sang gadis. Dan orang itu ada dihadapan Ila, sekarang.
Claudia
membiarkan Ila menghampiri ‘dia’. Adit. Sendirian.
“Dit”
“Loh Ila?
Kok bisa disini? Kenapa gak ngasih tau?”
“hehe sorry
Dit.
Seketika
sebuah flashback kembali berputar................
Jakarta, 28
Juli 2012
Hari mulai
sore. Ila yang berada didalam mobil berdua dengan Adit ditemani radio yang
menyala hanya terdiam, sampai akhirnya Adit membuka pembicaraan.
“lo boleh
pulang malem?”
“Gatau, gue
belum izin sih, kenapa emang Dit?”
“Gue mau
liat kembang api di Ancol, tapi takut nanti lo pulang kemaleman jadi gausah aja
deh ya La”
“Kok gitu?”
“Gapapa,
lain waktu bisa kan, hehe”
Ila
termenung, malam itu akan jadi malam terakhir Ila bersama Adit sebelum Adit
bertolak ke Bandung. Ila berpikir bahwa mungkin tak ada salahnya jika ia pergi
sebentar dengan Adit untuk melihat kembang api. Lagipula Ila sudah menjadi anak
baik selama ini nggak ada salahnya kan melanggar ‘sedikit’.
“kita liat
kembang api ya”
“hah? Serius
La?”
“iya,
kayaknya seru kan.” Ucap ila meyakinkan Adit.
“hahaha siap
nona cantik.” Jawab Adit sambil mengacak rambut gadis disampingnya
Ancol.
Sepanjang
jalan Adit menggandeng erat tangan Ila. Ila yang sadar akan itu hanya bisa
tertawa dalam hati. Lucu, Aditya Mahendra yang ia kenal 4 bulan yang lalu bisa
membuatnya jadi sering tertawa sendiri. Tiap hal-hal kecil yang Adit lakukan
selalu bisa membuat Ila tersenyum, tapi yang Ila tahu ia sudah jatuh sangat
dalam pada si pria.
DUARRRR.....
DUARRRR.....
DUARRRR.....
Kembang api
memunculkan cahaya apinya, mengiringi dua insan yang sedari tadi diam tanpa
kata, hanya bergandengan tangan tanpa saling mengungkapkan perasaan.
CUP.
Adit mencium
pipi Ila, lalu memeluknya erat seakan tak ingin meninggalkannya.
Malam itu,
mereka tahu perasaan mereka tanpa perlu berucap kata.
Malam itu
punya mereka.
Bandung, 25
September 2012
“Apa kabar
kamu La?” Adit membuka obrolan.
“Baik dit,
lo?”
“Capek.”
“Kenapa?”
tanya Ila penasaran
“Biasa,
urusan kampus.”
“oh” jawab
Ila singkat
“Jadi apa
yang mau diomongin La?” Adit bertanya
Sedetik
Dua detik
Tiga detik
Ila masih
diam
“emmm,
jadi.... oke denger baik-baik ya Dit.” Ujar Ila diiringi anggukan dari Adit.
“selama 6
bulan kenal Adit sampe hari ini, Ila seneng banget. Makasih untuk pernah ada
buat Ila. Tapi 2 bulan terakhir ini beda dit. Things getting complicated
nowadays. Kita berdua sama-sama tumbuh.” Ila terdiam sebentar lalu melanjutkan
penjelasannya.
“Ila.... Ila
sayang sama Adit. Bukan, bukan sayang sebagai sahabat ke Adit tapi. Ila Cinta
Adit.”
“Makasih ya
La, Adit ngerasa beruntung banget bisa dapet rasa sayang dari kamu.” Adit
menjawab lalu tersenyum, senyuman khasnya yang selalu Ila sukai.
“selama 2
bulan terakhir Ila juga masih tunggu Adit, tapi perasaan gabisa dipaksa kan?
Hehe. Tapi sekarang Ila lega karena akhirnya Ila bisa bilang apa yang udah Ila
pendam selama ini. Tapi jangan sampe pengakuan Ila ini bikin Adit jauhin Ila
ya.....” Ila berkata menunduk.
“No, i won’t
ever do that kok La. Adit juga sayang Ila, tapi untuk sekarang Adit punya orang
lain.” Ujar Adit nadanya terdengar kecewa dan perihatin. Ila semakin menunduk,
ia merasa ingin segera pergi dari situ.
“Tapi gausah
takut. Kamu, Fadhilah Aini selalu punya sebuah tempat tersendiri dihati Aku,
Aditya Mahendra.” Adit tersenyum, detik berikutnya ia mendekap Ila erat,
sebelum ia melepaskan dia untuk kedua kalinya.
Saat itu
yang mereka tahu bahwa akhirnya perasaan itu terucap. Walau perasaan itu tidak
bisa menjadi ‘lebih’.
Tol
Cipularang, Bandung 25 September 2012
Ila menatap
lurus jalanan sambil mengendarai mobilnya, masih dengan sunggingan senyum
dibibirnya.
“Gue
gapernah tahu bahwa dengan mengungkapkannya bikin gue lega.”
“I told you,
everything’s gonna be alright kan La.”
Ucap Claudia tersenyum.
“mungkin
Adit bukan orangnya, tapi gue yakin diluar sana gue bisa temuin ‘dia’.”
“itu baru
Ila.” Kedua sahabat itu tertawa dalam mobil. Perjalanan pulang mereka terlihat
jauh lebih menyenangkan.
“So, are you
ready to move on Fadhilah Aini?”
“Never been
this ready! Hahahahaha” ujar Ila penuh semangat.
Ia tahu,
segalanya akan berubah. Berubah menjadi lebih baik. Awan hitam yang dulu
menggupal perlahan luntur dan matahari siap untuk menunjukkan cahayanya.
“Maybe, he’s
not the right one. Maybe he’s out of my reach. I actually don’t know what’s the
point of waiting for him, of holding on. All i know is, i loved him once. Well
he might owned that little space in my heart, he surely the best thing that happened on me.”
People might
say love is blind. But how could people say love is blind, when love is the
thing that makes you see someone like no one else does?
THE END.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar