Aku ingat saat itu... Senyumnya,
tawa lepasnya, kerutan dahinya, semua tentangnya. Aku ingat dia, seperti tiap
moment dengan dia membekas dalam otak dan hatiku. Setiap detik dan hal yang
dihabiskan dengan dia terasa berarti.
Bukan, dia
bukan pacarku. Dia berarti bagiku namun takdir belum membiarkan kita bersatu. Aneh
memang ketika engkau tahu semua tentang dia namun kalian tidak bisa bersama. Terkadang
aku berfikir untuk apa dua orang saling bertemu namun pada akhirnya mereka
tidak bisa bersama?
Bahagia, sakit
hati. Tawa dan tangisan semuanya sudah ku rasakan. Dia pergi lalu datang
kembali. Dia menyakiti lalu memperbaiki. Tapi aku tak perduli yang aku tahu ‘Aku
Sayang Dia’.
Aku ingat saat
pertama kami bertemu, suatu kebetulan yang tak pernah ku ketahui akan begitu
membekas dan berarti. Dia berkulit putih dan tinggi. Awalnya hanya sebuah
perkenalan singkat, lalu kami berkirim pesan dan kami menjadi cukup ‘dekat’. 1
bulan, 2 bulan, 3 bulan berlalu tiba-tiba perasaan itu muncul. Perasaan yang
tak pernah ku harapkan tapi ketika perasaan itu datang aku tak bisa
menghindari.
Lucu ketika
mengingat semuanya terjadi secara tidak sengaja. Sesuatu yang awalnya biasa
menjadi begitu berarti. Seketika aku menyadari bahwa ‘Aku Jatuh Cinta’.
Dia baik, dia care dan dia mengerti. 4 bulan, 5 bulan,
6 bulan aku menyadari bahwa aku benar-benar menyayanginya. Namun segala sesuatu
tentu berubah bukan? ‘People change, feelings change. Somtimes when people
grow, they grow apart’
He turns my
world upside down.
Kamu tahu
rasanya ketika seseorang yang sangat berarti tiba-tiba pergi dari hidupmu? Iya,
kecewa, sedih.
Kamu tahu
ketika orang itu pergi dan kita berusaha melupakannya namun seketika dia hadir
lagi? Iya, sulit.
Dia selalu
begitu, detik ini dia datang, detik berikutnya ia pergi. Tapi aku tidak perduli.
aku masih disini, menunggunya. Terkadang ada kata lelah yang terlintas dalam
pikiranku namun rasa sayang dalam hatiku jauh lebih besar untuknya.
7 bulan, 8
bulan, 9 bulan, 10 bulan. Dia benar-benar pergi. Dia mendapatkan seseorang,
namun orang itu bukanlah aku. Sedih? Sudah pasti. Namun rasa sayangku masih
lebih kuat untuknya, terlalu naif memang. Tapi aku merasa dia yang terbaik
untukku, dia akan kembali padaku, mungkin tidak saat ini tapi dia pasti kembali
padaku.
Suggesti-suggesti
seperti itu yg selalu aku terapkan, namun kenyataan seperti memusuhiku. Memang benar
terkadang apa yang kita harapkan tidak sesuai dengan kenyataan.
11 bulan, 12
bulan. Aku sampai pada titik lelah. Mengetahui kenyataan bahwa ia takkan
kembali. Aku terlalu bodoh karena tidak bisa melihat kebahagiaan dalam sisi
yang lain. Karena selama ini yang aku tahu, kebahagiaan itu adalah dia.
Kamu tahu
menunggu itu melelahkan. Dan aku sadar sudah saatnya melepaskan. Terkadang
Tuhan membanting kita jauh untuk menyadarkan kita bahwa apa yang kita
pertahankan selama ini salah. Dan aku tau menunggunya selama ini salah. Aku sayang
dia, tapi bagaimana dengannya? Apa dia rasakan hal yang sama? Seketika aku
sadar bahwa titik puncak tertinggi cinta itu ketika merelakan kepergiannya.
Dia mungkin
yang terbaik bagiku, tapi mungkin aku bukan yg terbaik baginya. Sehingga takdir
tidak membiarkan kita bersatu. Aku tidak menyesali semua penantianku untuknya,
He was the best thing that never happened on me. Jadi terkadang bukan orang yg
kita sebut ‘dia’ yang sering kali menyakiti tetapi justru perasaan kita dan diri
kita sendiri yang menyakiti.
Kak tulisannya bagus, :) aku sering baca tulisan kakak, rencananya pengen ngarang lagu terinsiprasi dari tulisan kakak ini. Boleh kak? :)
BalasHapus